Senin, 18 Juni 2018

Mencari Benang Merah Kemerdekaan Indonesia dengan Kemerdekaan Palestina

sumber foto :
Faathir95.devianart.com
Dulu, pada saat bumi pertiwi dijajah kolonialisme. Kita mengenal sosok tokoh seperti pangeran diponorogo, kapitan patimura sampai jenderal soedirman. Mereka2 inilah sosok tokoh yg dg sangat gagah berani bertempur langsung berhadapan dg penjajah. Nyawa sudah menjadi taruhan yg semestinya siap ditinggalkan oleh mereka dan pasukannya pada saat itu. Semua dilakukan tidak lain dan tidak bukan demi terwujudny kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Disisi lain, yg semestinya jangan kita lupakan juga, kita juga tahu ada sosok sutan sjahrir, kyai wahid hasyim, kyai Agus Salim, moh Hatta sampai Soekarno. Mereka-mereka inilah yang kemudian lihai dalam upaya upaya diplomasi, perundingan dan dialog-dialog dg penjajah. Berkat mereka, setidaknya kemerdekaan Indonesia diakui secara dejure di mata dunia. Kecerdasan argumen dalam perdebatan didalamnya dan kematangan sebuah langkah dan strategi dalam upaya pembebasan menjadi suatu hal yg mesti ada, karena didalam ucapan-ucapan dan langkah mereka lah nasib bangsa itu akan dikemanakan. Dan lagi lagi Semua dilakukan tidak lain dan tidak bukan demi terwujudny kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
     
Kedua pergerakan ini, bergerilya ala jenderal Soedirman dan berdiplomasi ala Soekarno sudah seharusnya ada dalam langkah upaya mewujudkan sebuah kemerdekaan. Keduanya, ibarat kedua sisi mata uang, yang tidak bisa -dan jangan dipaksakan- untuk dipisahkan.

Sekarang, mari kita berkaca pada keadaan dimana konflik Palestina-Israel dihadapkan. Sampai saat ini sudah ada dua pergerakan besar didalam Palestina sendiri, Hamas dan Fatah. Hamas bekerja diwilayah mengangkat AK-47 dan Fatah berurusan dengan meja-meja diplomasi dan dialog. Namun sayangnya, kedua organisasi ini nampaknya sedikit 'tidak akur' didalam beberapa alur perjuangannya. Hamas yg setiap harinya selalu kehilangan nyawa-nyawa sesama saudaranya didalam sebuah pertempuran seringkali tidak setuju dengan langkah diplomasi Fatah.

Memang, sejauh pembacaan sejarah kemerdekaan sebuah negara yg sudah ada, bergerilya dan berdiplomasi, diantara keduanya sudah menjadi sebuah kewajaran tersendiri jika selalu ada perbedaan ataupun ketidak sepahaman dalam mengambil tindakan. Bahkan, dalam sebuah riwayat, jenderal Soedirman pun pernah mengatakan kepada soekarno dan jajarannya pda saat itu "berunding!? Untuk apa tuan rumah berunding dengan malingnya".
Tapi waktu tetaplah berjalan, perjuangan tetaplah berlanjut, darah tetaplah mengalir, dan perdebatan tetaplah memanas. Toh, pada akhirnya Indonesia merdeka juga.